Studentpreneur | Media Bisnis | Ide Bisnis | Bisnis Anak Muda

Berita Bisnis Best People Studentpreneur Indonesia

Studentpreneur Road to Funding: Tetap Fokus di Misi dan Produk


Startup Bukan Soal Funding, Tapi Perjuangannya Mewujudkan Visi dan Misi Awalnya. Penuturan Nyata CEO Studentpreneur Soal Funding.

Funding is overrated! Itu adalah jargon pertama yang selalu dipegang oleh tim founder Studentpreneur. Dengan banyaknya pemberitaan di media mengenai pendanaan raksasa yang diterima oleh startup teknologi, banyak orang yang berpikir bahwa tujuan awal didirikannya startup adalah untuk memperoleh funding. Tidak sedikit orang yang lupa bahwa tujuan startup berdiri adalah “put a dent in the universe” (versi Steve Jobs), atau kalau dalam bahasa pendiri Reddit Alexis Ohanian: “make the world suck less”, bukan mendapatkan funding. Pendanaan yang diterima oleh startup bukanlah goal utama, tapi merupakan sebuah alat untuk mempercepat startup meraih misi awalnya.

Ada juga orang yang berpikir apabila startupnya tidak mendapatkan seed funding, maka lebih baik tidak usah dikejar lagi misinya. Ada juga tipe yang meloncat-loncat dari inkubator satu ke inkubator lainnya, demi mendapatkan funding, dan melupakan misi awal startupnya. Karena berbagai alasan tersebut, Studentpreneur ingin berbagi cerita kami dari awal hingga mendapatkan pendanaan seed funding dari investor lokal termasuk salah satunya mantan walikota Surabaya.

 

Tergerak Oleh Sebuah Misi

Studentpreneur Campus Roadshow with Porter Erisman

Studentpreneur Campus Roadshow with Porter Erisman

Sebelum masuk ke cerita tentang funding, kami ingin menjelaskan dulu dari awal kenapa Studentpreneur ini bisa ada. Pada medio 2008-2010 Saya berkeliling Indonesia mendukung campaign entrepreneurship yang dibawa oleh kampus. Tur ini membawanya kenal dengan banyak sekali anak muda yang mempunyai satu masalah yang sama: meskipun ingin, tapi menjadi pebisnis bukanlah pilihan karir yang menarik, kurang keren, dan biasanya juga ditentang oleh orang tua. Masalah ini terjadi karena kurangnya pemberitaan media terhadap pebisnis muda, yang akhirnya anak muda berasumsi bahwa kalau ingin berbisnis harus menunggu tua dulu. Tidak ada ekosistemnya.

Ide untuk menyelesaikan masalah ini baru muncul di tahun 2013. Setelah mengerjakan sebuah proyek web design bersama Agung, partner Saya sejak kuliah, kami sama-sama merenung. Selama ini kami memang mendapatkan uang, tapi kepuasan batin kurang. Lalu Saya cerita mengenai masalah yang Saya temukan waktu kuliah. Kami berpikir kenapa tidak membuat sebuah perusahaan yang menyelesaikan masalah ini, dan mendapatkan uang juga darinya. Lahirlah Studentpreneur, sebuah perusahaan yang mempunyai misi menciptakan ekosistem untuk pebisnis muda di Indonesia. Misi ini kami pegang terus sampai sekarang. Kami lebih memilih mendapatkan keuntungan yang lebih sedikit daripada harus melanggar misi untuk anak muda di Indonesia.

 

Tidak Ingin Meninggalkan Surabaya

Saya (tengah) dan Agung (paling kiri), kerja bersama sejak kuliah

Saya (tengah) dan Agung (paling kiri), kerja bersama sejak kuliah

Saya dan Agung berdua melaunching Studentpreneur kecil-kecilan sambil mengelola perusahaan web dan copywriting kami. Studentpreneur berjalan secara organik, tanpa dukungan dana sama sekali di awalnya. Tapi, kami terus berusaha memperbaiki produk secara desain maupun contentnya. Sebagai wujud komitmen perbaikan produk, Saya juga mengajak masuk Edbert Johnson, teman lama Saya, untuk berkontribusi di bidang desain. Berkat hyper-focus ke produk tersebut, akhirnya Studentpreneur mulai mendapatkan traksi, dikunjungi oleh sekitar 10 ribu orang hanya setelah beberapa bulan berdiri.

Traksi ini mendapatkan tanggapan serius dari perusahaan pelat merah berwarna biru. Kami diundang ke Jakarta untuk pitching. Pihak perusahaan tersebut terkesan, menawari kami inkubasi dan pendanaan, dengan syarat kami harus memindahkan operasional ke Bandung. Saat itu juga kami menolak karena pindah ke Bandung adalah ide buruk bagi Studentpreneur. Kami tidak kenal siapa-siapa di sana, itu sama saja langkah mundur.

Setelah membatalkan kesepakatan dengan perusahaan tersebut, kami mendapatkan telepon yang tidak pernah kami lupakan. Kami ditelpon oleh Martin Hartono! Putra penerus Grup Djarum! Beliau tertarik dengan konsep Studentpreneur dan menugaskan staffnya untuk memantau kami. Akhirnya, GDP Ventures milik beliau mengajak Studentpreneur masuk inkubasinya, lagi-lagi dengan syarat kami mau memindahkan operasional ke Jakarta. Lagi-lagi kami harus menolak tawaran ekstrem tersebut dengan alasan yang sama, kami hanya tidak ingin meninggalkan Surabaya.

 

Pergantian Founder

Agung tidak bisa menolak Bank besar yang mengejarnya

Agung tidak bisa menolak tuntutan keluarganya

Dua kali kegagalan mendapatkan funding membuat Agung terkena tekanan cukup besar dari keluarganya. Saat itu, sangat kuat asumsi beredar bahwa startup tanpa funding hanya akan menunggu waktu untuk mati. Agung akhirnya harus mengundurkan diri dari Studentpreneur dan bekerja di salah satu bank terbesar di Indonesia yang memang sudah menunggunya cukup lama. Meskipun resminya mundur, Agung masih berjasa bagi Studentpreneur sampai sekarang.

Perginya Agung membuat posisi CTO di Studentpreneur lowong. Saya mengajak sahabat lama, Ivo, untuk menempati posisi CTO ini. Di awal kebersamaannya dengan Studentpreneur, Ivo memperbaiki sistem keamanaan dan server dari Studentpreneur. Fase-fase ini kami juga mendapatkan kepercayaan untuk menjadi content partner dari Yahoo! Asia Pacific, membuat server dibanjiri hingga 5x lipat dari biasanya. Meskipun masih belum mendapatkan pendanaan, dan penghasilan juga pas-pasan, Studentpreneur masih hyper-focus terhadap produk.

 

Edbert Johnson masuk sebagai Chief Design

Edbert Johnson masuk sebagai Chief Design

Negosiasi Dengan Investor Gagal

Sedikit berbeda dengan startup yang biasanya pitching ke ratusan investor, kami memilih untuk fokus saja di produk dan memenuhi misi kami. Kalau mendapatkan traksi, pasti nanti ada saja orang yang menghubungi kami menawarkan kesempatan untuk pitching. Dalam medio antara bulan January sampai April 2014, kami terlibat pembicaraan investasi serius, satu dengan investor startup pendidikan dari Amerika, satu dari angel investor lokal yang memegang lisensi perusahaan search engine terbesar di dunia.

Apabila menerima pendanaan dari Amerika, kami juga akan mendapatkan expertise mereka. Apabila memilih angel investor yang dekat dengan perusahaan search engine, Studentpreneur Hangout bisa langsung ekspansi ke 10 kota di Indonesia, sesuai dengan jangkauan mereka. Namun kami gagal mencapai kesepakatan valuasi dengan VC Amerika. Terakhir, meskipun jujur kami sangat tertarik dengan tawaran angel investor yang dekat dengan perusahaan search engine tersebut, dia meminta saham mayoritas yang tentunya tidak bisa kami berikan. Melepas saham mayoritas berarti kami harus pasrah apabila mereka mengubah misi Studentpreneur. Kami tidak ingin startup kami jadi melenceng dari misi mulia di awal, membangun ekosistem bisnis untuk anak muda di Indonesia.

 

Terimakasih Mam Suryani

She's the hero, man!

She’s the hero, man!

Awal tahun 2014, kondisi kami benar-benar getir. Rekening bank kami kosong melompong. Di saat yang serba susah ini, tiba-tiba datang salah satu pembimbing Saya ketika kuliah, Mam Suryani. Kebetulan, Mam Suryani ketika itu sedang memegang sebuah inkubator startup di kampus. Mendengar curhatan Saya, Mam Suryani langsung menulis surat rekomendasi ke Bank Jatim untuk meminjamkan kami dana segar yang cukup untuk operasional beberapa bulan. Jaminannya? Cuma ijazah Edbert yang memang saat itu belum keluar (dan sampai sekarang dia juga tidak butuh ijazahnya). Meskipun setelah mendapat funding besar beberapa bulan berikutnya kami langsung membayar pinjaman di Bank Jatim, tanpa pinjaman yang menyelamatkan cashflow tersebut, Studentpreneur sudah tidak mungkin ada sekarang. Sampai sekarang, kalau Mam Suryani mengundang Saya ke kampus sebagai mentor startup inkubatornya, Saya selalu datang dan tidak pernah meminta kompensasi apapun.

 

Mendapatkan Funding!

Mantan walikota yang jadi investor kami

Mantan walikota yang jadi investor kami

Di tahun 2014, kami mengalami masalah yang berat. Pertumbuhan cepat Studentpreneur sudah tidak bisa ditangani oleh tim founder sendirian, kami sudah harus mengambil karyawan full-time. Sedangkan saat itu, penghasilan Studentpreneur masih kurang untuk mendukung pertumbuhan. Meskipun pinjaman dari Bank Jatim bisa mengamankan beberapa bulan hidup kami, jelas sekali langkah yang harus Studentpreneur lakukan: mendapatkan funding.

Bak gayung bersambut, di sebuah acara Studentpreneur hangout, kami bertemu dengan pebisnis berusia 25 tahun yang menguasai perdagangan bahan bangunan di Jawa Timur, Erik Subiantoro. Dia bercerita sudah lama sekali punya cita-cita membangun ekosistem bisnis untuk anak muda, persis dengan misi Studentpreneur. Dia percaya apabila diberi kesempatan, anak muda juga bisa sukses, sama seperti dirinya dulu. Maklum, Erik bukan anak orang kaya, hanya anak seorang pegawai administrasi toko bangunan. Dia berjuang sendiri demi nasibnya. Dan dia melihat Studentpreneur akan bisa membantu lebih banyak “bukan anak orang kaya” untuk berusaha mengubah nasib.

Karena misi yang sama ini, kami langsung menerima tawarannya untuk berinvestasi, dengan valuasi yang sebenarnya masih di bawah harapan kami. Meskipun berstatus investor, Erik masih sangat muda, sehingga kami merasa masih butuh satu orang lagi untuk “adult supervision”. Tim Studentpreneur langsung berkunjung ke kantor mantan walikota yang setelah pensiun menjadi pebisnis, untuk meminta kesediaan beliau menjadi penasehat. Ternyata beliau sudah memantau Studentpreneur sejak lama. Beliau tidak mau hanya menjadi penasehat, tapi ingin menjadi investor aktif, dan justru ingin berinvestasi dalam jumlah besar. Tapi kami berhasil meyakinkan dia untuk berinvestasi kecil dulu, dan menjadi penasehat kami di jajaran board.

 

Tetap Bekerja Seakan Tidak Ada Apa-Apa

Here's Studentpreneur gang!

Here’s Studentpreneur gang!

Bagaimana rasanya mendapatkan funding? Tidak ada perasaan apa-apa! Kami tetap mode hyper-focus mengembangkan produk. Bahkan, di bulan January 2015, untuk pertamakalinya pendapatan kami (di luar investasi) lebih besar dari pengeluaran. Studentpreneur mulai untung meskipun sangat kecil. Kami memandang ini sebagai langkah maju. Dari awal, semua orang di tim Studentpreneur (8 orang) paham bahwa funding hanyalah alat untuk mempercepat kami mewujudkan misi awal. Pekerjaan sehari-hari kami tetap mengembangkan produk, serta membangun ekosistem bisnis untuk anak muda di Indonesia!

Terinspirasi oleh artikel ini? Bagikan untuk teman-teman Anda di social media ya! Yuk follow facebook Studentpreneur dan ikutan kelas online-nya buat belajar bisnis lebih lanjut.

 

Rekomendasi Kelas Online Studentpreneur Gratis Untuk Anda:

Dasar-Dasar Marketing dari Tung Desem Waringin

Cara Mencari Investor Untuk Startup Baru

Menjalankan Startup dengan Metode Lean Startup

 

Adhika Dwi Pramudita

Adhika adalah direktur utama PT Wirausaha Muda Sukses Sejahtera. Praktisi media, startup, dan periklanan.

Facebook Twitter Google+