Studentpreneur | Media Bisnis | Ide Bisnis | Bisnis Anak Muda

Medium Story

Satu Pertanyaan yang Jarang Didengar oleh Semua Orang: Akankah Google Mati?


Yang sudah agung pun sewaktu-waktu bisa sirna, lihat saja Google.

 

Catatan Editor: Serial Expert ini ditulis oleh Enrique Dans, Professor of Innovation di IE Business School. Artikel ini terbit dengan izin personal dari Enrique Dans. Kamu bisa baca versi aslinya di sini.

 

Sebuah artikel berjudul This is how is Google will collapse yang ditulis oleh Daniel Colin James dalam Startup Grind memang terkesan nyeleneh. Bagaimana mungkin salah satu perusahaan tersukses dengan nilai saham mencapai titik tertinggi setelah pertama kali dibuka untuk umum pada Agustus 2004 bisa mati? Namun, jika kamu cermat menyimak, beberapa argumen yang disertakan memang masuk akal dan membuat hal ini menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan.

Argumen pertama yang mendasari penulisan artikel tersebut adalah karena saat ini terdapat jutaan web sudah mulai melakukan kontak langsung dengan pengguna tanpa perantara. Dalam hal berbelanja, monster seperti Amazon misalnya. Kamu langsung mengingat web Amazon tanpa harus masuk ke mesin pencarian Google. Hal yang sama terjadi  pada kategori yang berbeda. Masyarakat mulai mencari informasi dalam media yang lebih sempit, sedangkan Google adalah vendor peta terbesar di web.

Selain itu, salah satu ukuran terbaik dari kualitas suatu situs adalah persentase lalu lintas langsung dan interaksi sosial, bukan diukur dari seberapa banyak situs tersebut dicari oleh mesin pencari yang cenderung merupakan sebuah kunjungan singkat. Apakah ini mengkhawatirkan bagi Google? Tidak ada yang tahu.

Argumen kedua dikarenakan oleh fakta terjadinya ledakan pemblokiran iklan baru-baru ini. Jumlah pengguna aplikasi yang memblokir iklan (yang sebagian besar kamu anggap sampah) terus bertumbung dan berkembang, khususnya di kalangan anak-anak muda dan orang kaya. Pertolongan Google yang ikut menyelematkan website dengan memasang pemblokiran iklan di Chrome tidak sekonyong-konyong menghilangkan fakta bahwa pemasukan terbesar mereka adalah melalui pemasangan iklan. Akan terjadi goncangan besar pada Google jika pemblokiran tersebut terjadi secara masif dan terus-menerus.

Photo credit: Lightman (pixabay.com)

Google tampaknya juga mengalami masalah yang terkait dengan para pengiklan. Mereka memveto platform agar iklan mereka tidak muncul di samping video yang berpotensi merusak atau menyinggung, sebuah masalah yang bahkan sudah ditangani lebih baik oleh Facebook.

Argumen ketiga yang juga cukup jelas, tetapi sama menariknya, adalah tentang keputusan Google untuk memangkas model bisnisnya dari simple mobile-first menuju machine learning. Walaupun keputusan ini cukup masuk akal, namun tetap saja Google datang terlambat. Kini setelah Google beralih ke asisten yang semakin cerdas dan mengetahui lebih banyak tentang pengguna dan apa yang mereka cari melaui berbagai jenis interface, mereka menemukan bahwa raksasa lain, Amazon, tidak hanya sampai disana lebih dulu, namun juga telah menetapkan Echo-nya (Amazon Echo, bernama Alexa, adalah speaker Bluetooth yang bisa diajak bicara) sebagai bintang yang akan menjadi tren.

Fitur perintah suara dan asisten digital pada Echo membuat Echo bisa digunakan tanpa harus terhubung ke dalam smartphone. Bahkan, Amazon mengklaim Amazon Echo juga bisa menangkap perintah suara dari pengguna dengan sangat presisi. Dikutip dari CNN Indonesia, perangkat ini sekaligus membuat Amazon memasuki pasar baru, yakni Internet of Things yang belakangan mulai dipopulerkan. Industri ini ditaksir bakal menghasilkan US$ 14 triliun pada tahun 2022.

Photo credit: TeroVesalainen (pixabay.com)

Lalu, melalui semua penjelasan di atas, apakah itu berarti Google akan benar-benar mati? Mungkin tidak. Perusahaan sekelas Google tidak akan membiarkan hal-hal tersebut membunuh dirinya. Terlepas laporan keuangan yang menunjukkan pendapatannya yang luar biasa, Google tetap memiliki banyak masalah di berbagai bidang yang mengharuskan mereka mengeluarkan banyak dana hanya untuk menyelesaikannya (melihat hal tersebut tidak dapat diselesaikan melalui akuisisi).

Menjadi yang terbesar dan paling sukses tidak berarti memiliki kartu bebas penjara, bahkan bagi raksasa seperti Google sekalipun.

 

Yuk follow facebook Studentpreneur dan ikutan kelas online-nya buat belajar bisnis lebih lanjut.

 

Rekomendasi Kelas Online Studentpreneur Gratis Untuk Anda:

Dasar-Dasar Marketing dari Tung Desem Waringin

Cara Mencari Investor Untuk Startup Baru

Menjalankan Startup dengan Metode Lean Startup

 

Yovita Omega

Pernah berkarya di Pikiran Rakyat, kini Yovita aktif di digital agency di Jakarta.

Facebook