Studentpreneur | Media Bisnis | Ide Bisnis | Bisnis Anak Muda

Medium Story Tips

Manajemen Bukan Soal Menyuruh Orang Melakukan Sesuatu


Manajemen Bukan Soal Menyuruh Orang Melakukan Sesuatu

Catatan Editor: Artikel ini adalah seri opini ahli. Artikel ini telah terbit sebelumnya dalam bahasa inggris dan diterjemahkan atas izin penulisnya. Apabila kamu ingin menyumbangkan artikel seperti ini, kirimkan saja artikelmu di [email protected]

“Sangat tidak adil untuk menyuruh seseorang melakukan sesuatu yang kamu sendiri tidak ingin lakukan!” kata Eleanor Roosevelt, dan itu adalah salah satu pelajaran paling penting di manajemen. Sering ditulis, sering dibacarakan, tapi banyak orang yang belum memahaminya. Pernahkah kamu berpikir tentang definisi manajemen?

Biasanya orang akan mengartikan bahwa manajer seharusnya tidak menyuruh anggota tim melakukan sesuatu yang manajer tersebut tidak mau melakukannya sendiri. Atau pada dasarnya, manajer harus ikut membantu untuk tugas yang buruk.

 

Manajemen bukan soal menyuruh orang melakukan sesuatu

Jadi, apa definisi manajemen? Manajemen seharusnya bukan hanya menyuruh orang melakukan sesuatu. Dalam kondisi baik maupun buruk, orang pintar dan kreatif jarang sekali mau apabila disuruh melakukan sesuatu, terutama pekerjaan yang tidak menyenangkan.

Tantangannya ada pada transisi dari staf masuk ke manajemen. Awalnya kamu hanya perlu menyelesaikan pekerjaanmu sendiri. Tapi ketika kamu “punya bawahan”, kamu juga harus peduli apakah pekerjaan mereka selesai, bagaimana kualitas pekerjaannya, apakah mereka bahagia, apakah kamu mempekerjakan orang yang tepat atau memecat orang yang salah, apa kamu mengukur performa dengan benar, dan banyak lainnya.

Itu pekerjaan yang sangat berat!

Buat staf yang kini bekerja untuk kamu, transisi ini juga merupakan hal yang berat. Mereka akan bertanya apa yang akan berubah, apakah manajer baru mereka akan menghargai pekerjaan mereka, bagaimana cara mereka dipromosikan, dan lainnya.

Ini sangat normal. Orang belajar, tumbuh, dan menyesuaikan diri. Tantangan baru akan muncul ketika manajer mulai berpikir “timku”, “orangku”, “projectku” – Selalu menggunakan kata “aku” merupakan tanda-tanda buruk.

Kebiasaan seperti itu akan menganggu tim dan merusak budaya perusahaan, saat manajer mulai berbicara tentang hasil kerja tim seakan-akan itu hasil kerjanya sendiri – “Apa yang sedang aku lakukan adalah…” atau “aku sedang meningkatkan…”. Padahal itu adalah hasil kerja “kami” dan “tim”.

Tantangan lebih besar akan muncul ketika manajer mulai percaya bahwa “orangku” ada untuk mendukung manajer dan membuat pekerjaan manajer menjadi lebih muda. Pemikiran seperti ini membuat manajer mulai meminta staf untuk melakukan pekerjaan yang menguntungkan manajer, bukan staf itu sendiri atau perusahaan. Manajer mulai meminta staf untuk melakukan pekerjaan yang tidak ingin staf itu kerjakan hanya karena manajer berpikir staf ada untuk melakukan apapun yang diminta.

Sebagai contoh, suatu hari manajer memikirkan tentang tingkat konversi dari free trial menjadi pelanggan misalnya. Normalnya, manajer akan mencari tahu apa yang berpengaruh ke tingkat konversi itu. Untuk melakukan ini, manajer mulai menanyakan data, report, dan informasi. Tiba-tiba, semua staf harus melakukan berbagai hal untuk manajer tersebut.

Staf pun mulai mencari data, membuat diagram, dan mencoba memahami hal yang mempengaruhi tingkat konversi tersebut. Di waktu yang sama, manajer berpikir “ini yang harus aku lakukan dan aku harus menemukan jawabannya”. Terakhirnya, manajer yang akhirnya mendapat jawaban dari kerja keras stafnya merasa jawaban tersebut muncul dari kecerdasan dan pengalamannya sendiri.

Mulai dari momen seperti inilah manajer menciptakan budaya yang memperlakukan staf sebagai alat untuk membantu manajer. Apabila sebelumnya staf melakukan pekerjaan sesuai job desc nya, kini mereka berusaha menebak apa yang diinginkan oleh manajer dan melakukannya agar manajer puas. Hal ini menyebabkan pekerjaan manajer hanya menjadi “bos” dan mengklaim hasil pekerjaan staf, dan staf mulai percaya bahwa itulah pekerjaan manajer.

Masalahnya ada pada putusnya hubungan antara definisi manajemen mengenai apa itu “manajer” dan apa itu “tim”. Manajer merasa tim membutuhkan kepemimpinan, kontrol, dan akuntabilitas. Tim merasa manajer ada untuk mendukung, memberikan resource yang cukup, dan mengurangi gangguan terhadap pekerjaan karyawan. Tidak ada yang salah dengan ini, tapi akhirnya manajer akan mulai meminta staf untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka kerjakan.

Masalah ini akan menjadi lebih besar dengan semakin banyaknya lapisan manajemen. Apabila tiap lapis manajemen melakukan ini ke lapis di bawahnya, ketika semua manajer merasa “ah ini pekerjaan mudah, biar staf saja yang melakukannya”, budaya akan mulai berantakan.

Inilah beberapa tips untuk mengetahui apakah budaya manajemen di tim Anda berada di jalur yang benar atau tidak, dilihat dari sudut pandang manajer itu sendiri.

  • Apakah ini masalah? Pertanyaan pertama yang harus ditanyakan manajer adalah apakah ada masalah? Jangan mengasumsikan bahwa akan selalu ada masalah.
  • Bisakah aku menjawabnya sendiri? Manajer, sesibuk apapun, seharusnya bekerja sendiri untuk menemukan jawaban yang mereka rasa penting. Belajarlah untuk mengerjakan semuanya sendiri. Tentu kamu bisa tetap bertanya ke ahlinya mengenai data yang kamu tidak terlalu mengerti. Fokuslah pada belajar dan menjawab bersama-sama tim kamu sendiri.
  • Apakah ini akan membantu staf mengerjakan pekerjaan mereka? Jangan asumsikan bahwa apapun yang kamu lakukan berguna bagi staf. Staf yang pintar atau kreatif, biasanya punya ide sendiri tentang bagaimana kamu bisa membantu mereka. Sebelum menyarankan sesuatu ke staf, manajer seharusnya berpikir mengenai analisa, report, informasi, atau apapun yang dibutuhkan oleh tim agar mereka bisa menyelesaikan pekerjaannya.
  • Apakah aku sudah berbagi informasi yang hanya aku yang tahu? Sebagai manajer, apabila kamu punya sudut pandang atau sumber informasi yang hanya kamu yang tahu, pastikan apakah informasi tersebut bisa dibagi pada tim. Tentu saja sebagai manajer kamu punya akses terhadap data meeting atau informasi dari pelanggan yang mungkin belum dipunyai oleh tim kamu. Kalau bisa dan diperbolehkan, bagikan informasi tersebut agar tim kamu lebih mudah mengerjakan tugasnya.
  • Apakah kamu sudah mengetahui masalahnya dan parameter suksesnya? Semakin sering manajer percaya bahwa dengan mengubah cara kerja tim, semakin besar kemungkinan bahwa manajer belum benar-benar memahami masalah perusahaan dan parameter suksesnya. Kepemimpinan bukan soal “bagaimana”, tapi tentang “apa” dan “kenapa”. Kamu bisa menanyakan ke staf dan tim kamu apakah mereka mengetahui tentang masalah dan parameter suksesnya, bukan mendikte mereka dengan caramu sendiri.

 

Manajemen bukan soal menyuruh orang. Image Source: kremlin

Pertanyaan terbaik adalah bertanya “Aku bisa bantu apa nih?”

Hal paling penting dalam manajemen bukan hanya soal rela untuk ikut bekerja. Tapi, lebih kepada bertanya apakah staf sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk melakukannya, manajer bisa menanyakan apa yang bisa dibantu oleh manajer tersebut, agar bisa membantu staf menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Semua orang memang ingin stafnya melakukan sesuatu untuk membantu menyelesaikan pekerjaan orang tersebut. Tapi itu bukan cara menjadi manajer yang baik. Jadi, apa definisi manajemen menurut kamu?

Kamu juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau mengikuti kelas-kelas online gratis di Studentpreneur.

Rekomendasi Kelas Online Studentpreneur Gratis Untuk Anda:

Lean Startup, Apa yang Perlu Kamu Tahu Tentang metode Ini

Cara Mencari Investor Untuk Startup Baru

Performance-Based Digital Marketing Oleh Italo Gani

Steven Sinofsky

Steven Jay Sinofsky adalah mantan Presiden Divisi Windows di Microsoft dari July 2009 sampai November 2012.

Twitter