Berita Bisnis
Kemana Perginya Makko, Penerbit Online Komik Lokal di Indonesia
Meskipun Mempunyai Banyak Fans Setia, Kini Makko Tidak Lagi Beroperasi. Kenapa?
Makko memiliki konsep sebagai sebuah situs majalah komik online yang mewadahi karya lokal, sekaligus menampilkan berbagai hal yang berhubungan dengan pop culture. Di sini, pengunjung bisa membaca komik-komik lokal yang dipajang di situs tersebut dengan gratis. Makko sempat mewadahi beberapa judul yang menarik, salah satunya Raibarong. Akan tetapi, sudah setahun ini mereka cease to function. Situs Makko tutup sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Dan peristiwa ini sedikit banyak bisa memberikan kita gambaran tentang penerimaan masyarakat terhadap model startup di Indonesia. Jadi, apa yang terjadi? Mari berspekulasi sejenak.
Sulitnya penerbit offline
Penerbit lokal (baik independen ataupun berbentuk badan usaha) berjuang mati-matian untuk mempromosikan komik mereka, yang meskipun kualitasnya tidak kalah jauh, akan tetapi ketika dipaksa untuk bersaing head-to-head dengan komik asing, mereka kesulitan. Komik asing cenderung memiliki keunggulan kompetisi. Mereka hanya rilis komik yang sudah teruji. Misalnya dengan sistem rating Shonen. Komikus di bawah Shonen akan terpacu mendapat rating yang tinggi agar selamat dari ‘pemotongan’. Jadi, hanya komik yang mendapat rating tinggi saja yang akan bertahan. Dan tidak cuma lepas tangan, mereka juga diberi dukungan berupa editor pribadi yang membantu mereka membuat komik yang mampu meraih rating yang tinggi.
Begitu pula dengan cara mencari uangnya
Makko, ketika masih up, memiliki beberapa judul komik bulanan, dwimingguan, dan mingguan yang bisa dibaca dengan gratis. Masalah dengan gratisan adalah bagaimana menghasilkan uang untuk menjaga layanan tetap menyala dan membayar komikus. Inilah yang disebut dengan monetisasi dari sebuah startup. Nah, masalahnya adalah komik lokal itu berbayar saja sudah sulit, apalagi gratis. Makko menyiasatinya dengan toko online yang menjual merchandise dari komik mereka. Akan tetapi, tampaknya strategi ini mungkin dinyatakan gagal ketika mereka tidak bisa meraih goal (entah hit atau profit), sementara modal sudah habis.
Kompetisi yang tinggi
Tingkat persaingan yang tinggi juga tentu bukan hal yang mudah untuk dilewati. Meskipun Makko menyebut dirinya berbeda dari kompetitor, dan lebih memilih menyebut kompetitor sebagai bagian dari ekosistem mereka, akan tetapi mereka tetap saja akan berkompetisi dengan para kompetitor yang sudah lebih dulu besar, misalnya Komikoo dan Ngomik.
Apapun itu, Makko berhasil meraih tujuannya. Uwi Mathovani, Chief Editor Makko pernah mengatakan, “Harapan kami [Makko], sebuah komik tak hanya menghibur, tapi juga mampu bersaing dengan komik-komik terjemahan Jepang dan Amerika Serikat”. Dan mereka harus bangga. Sejak berdiri Oktober 2010, Makko telah mewadahi sejumlah komikus berbakat Indonesia yang kurang dikenal, menjadi lebih diakui di masyarakat. Sebagai media kurasi karya, mereka menunjukkan bahwa komik lokal juga mampu bersaing secara kualitas dengan komik asing. Makko akan selamanya hidup di hati pembaca setianya.
Mari berdiskusi di kolom komentar! Anda juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau Twitter Studentpreneur. [Photo Credit: Makko]
Artikel Bisnis Terpopuler Hari Ini:
Inspiratif, Gadis 17 Tahun Ini Merintis Bisnis Sukses Sejak SMP
Lima Pahlawan Ekonomi Indonesia
Jadi Pebisnis 100 Kali Lipat Lebih Enak dari PNS