Best People Motivasi Seri Orang Terkaya Dunia
Mochtar Riady, Pendiri Grup Lippo yang Tidak Pernah Berhenti Mengejar Cita–Citanya Semasa Kecil
Mochtar Riady Berasal Dari Keluarga Miskin. Namun, Dia Selalu Percaya Cita-Citanya, dan Mengejarnya Tanpa Lelah. Ini Kisah Inspiratif Tentang Pendiri Lippo!
Jika Anda adalah orang yang sedang mengejar cita-cita Anda semasa kecil, maka lanjutkan. Siapa tahu Anda akan sukses seperti Mochtar Riady, pendiri Grup Lippo. Pada 2014, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia dan Mochtar Riady menduduki peringkat ke-6 dengan total kekayaan USD2,9 miliar.
Kesuksesan ini berawal dari bocah 10 tahun yang setiap berangkat sekolah selalu terkagum-kagum ketika melihat orang-orang berpakaian perlente keluar masuk sebuah gedung megah yang merupakan kantor dari Bank Belanda di Indonesia. Saat itulah ia menemukan cita-citanya sebagai bankir meskipun ayahnya tidak mendukung karena menurutnya, profesi bankir hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin. Mochtar Riady adalah anak seorang pedagang batik. Ia tinggal di sebuah rumah 5 kali 17 meter sekaligus jadi tempat jualan di sudut kota Batu.
“Saya dididik dengan keras oleh ayah saya, yang sekaligus adalah ibu saya,” katanya. Ibunya meninggal sejak Mochtar Riady masih berusia 8 tahun. Sejak saat itulah, ayahnya yang mengurus keluarga dan menanamkan nilai-nilai moral padanya. Pernah suatu ketika ia membeli undian. Ketika sedang mencocokkan angka, ayahnya melihatnya dan langsung merobek kertas undian itu. Ayahnya bahkan melecutinya. Beliau berkata, “Kalau ingin kaya, kamu harus kerja keras, harus berkeringat. Tidak bisa orang kaya hanya dengan judi.”
Pada usia 11 tahun, Jepang menangkap ayahnya dan sekitar 60 anggota yang dituduh mengikuti perkumpulan anti-Jepang. “Pada usia 11 tahun, saya adalah anak yang tidak memiliki ayah-ibu alias yatim piatu. Saat itu saya harus mulai berdikari, cari makan sendiri,” ungkapnya. Di usia ke 18, ia ditangkap oleh pemerintah Belanda dan dibuang ke Nanking, Tiongkok. Di sana ia kemudian mengambil kuliah filosofi di Universitas Nanking. Kala itu sedang perang. Di sana pun semuanya juga serba susah. “Ketika itu tiga hari saya tidak makan, hanya minum air. Perasaan ketika itu takut dan sedih. Tidak puya sanak famili,” kenangnya. Hanya ada sekitar 20 orang yang bertahan di Universtas Nanking, termasuk Mochtar.
Penderitaan tidak makan tiga hari itu begitu membekas. “Saya tidak makan tiga hari saja menderita, maka kalau kaum Muslim mampu berpuasa 30 hari, itu hebat dan memiliki makna besar,” kata Mochtar dalam sebuah acara halal bi halal Grup Lippo.
Pada tahun 1951, ia kembali ke Indonesia. Mochtar bekerja kepada mertuanya untuk mengurus toko kecil di Jember, Jawa Timur. Dalam tiga tahun ia berhasil memajukan toko tersebut hingga jadi yang terbesar di kota Jember. Namun, keinginannya menjadi bankir menguat. Maka ia urban ke Jakarta. Ia berprinsip bahwa tumbuhan yang ditanam dalam pot tidak akan berkembang besar.
Di Jakarta, ia menggeluti berbagai macam profesi: bekerja di sebuah CV, bekerja pada seorang importer, dan berbisnis kapal kecil.
Ia teringat ayahnya pernah bertanya: “Dengan modal apa kamu ingin menjadi bankir sebab itu bisnis jual beli kepercayaan. Siapa yang akan mempercayai kamu? Dengan cara apa kamu bisa menjadi bankir”. Ia menjawabnya dengan: “mengejar dan menunggang kuda”.
Selama tiga tahun, ia bergaul dengan masyarakat keturunan dan bermain tenis bersama mereka. Berkali-kali, ia meyakinkan mereka bahwa perbankan adalah bisnis yang baik. Maka kesempatan pun muncul ketika ia mendapat informasi bahwa Bank Kemakmuran sedang terbelit masalah. Ia berhasil meyakinkan Andi Gappa, sang pemilik Bank Kemakmuran untuk memperbaiki bank tersebut.
Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady tidak bisa membaca balance sheet. Sepanjang malam ia mencoba mempelajarinya meski kemudian, ia tetap tidak mengerti dan harus berterus terang pada Andi Gappa. Mochtar Riady meminta untuk mulai bekerja dari nol, yang mana disanggupi. Maka, selama sebulan penuh ia memulai dari bawah. Mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Hanya dalam tempo waktu setahun, Bank Kemakmuran mengalami pertumbuhan pesat di bawah kepemimpinannya.
Namun, Mochtar merasa kuda ini larinya kurang cepat. Maka ia mengejar kuda lain yang lebih besar dan lebih cepat. Ia pun pindah dari satu bank ke bank lain, Bank Buana dan Bank Panin. Berkat kegigihannya, dia berhasil di semua bank yang digelutinya. Setiap bank yang ia tunggangi akan melaju dengan cepat. Meskipun pada akhirnya, ia selalu merasa kudanya kurang besar dan larinya kurang cepat. Hingga ia mengejar kuda yang tercepat dan paling besar saat itu, yakni BCA. Pada 1975 Mochtar merevitalisasi Bank Central Asia (BCA) hingga asetnya berlipat hingga 300 kali lipat pada 1990.
Sejarah Grup Lippo bermula ketika pada tahun 1987, ia membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia yang tengah terpuruk. Pada waktu itu, ia masih menduduki posisi penting di Bank Central Asia. Setelah bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen. Hal ini mengundang decak kagum kalangan perbankan nasional. Ia mendapat julukan sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan melahirkan Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Bersama Grup Lippo, Mochtar diperkirakan telah membuka hingga 50.000 lapangan pekerjaan dari lebih 50 anak perusahaan. Ia berharap Group Lippo mampu menciptakan lapangan kerja semakin banyak dan membayar pajak semakin besar kepada negara.
“Sekarang saya sudah jadi kuda. Silakan kalau ada yang mau mengejar dan menunggangi saya,” katanya bergurau. “Semoga sisa usia saya ini masih bermanfaat bagi bangsa Indonesia,” tuturnya pada sebuah pidato usai menerima ‘Lifetime Achievement Award 2013’ dari Tahir Foundation dan Perkumpulan Masyarakat Pengusaha Indonesia Tionghoa (PERMIT).
Ia beberapa kali mengatakan bahwa dirinya masih belum pantas untuk mendapatkan penghargaan karena masih banyak mimpinya yang belum terwujud. Salah satunya adalah membangun 70 rumah sakit di seluruh Indonesia dan 1.000 sekolah lentera di pelosok Indonesia.
Ibunya meninggal saat berusaha melahirkan adik Mochtar. Waktu itu rumah sakit jauh. Dari Batu harus ke Malang. Inilah yang mengilhaminya untuk suatu saat, kalau diberkahi Tuhan, mengembangkan rumah sakit yang mudah dijangkau. Maka ia sekarang mengembangkan Siloam.
“Keberhasilan saya saat ini bukan karena saya pintar, tapi karena kecintaan saya kepada Republik ini. Saya bukan apa-apa tanpa Indonesia,” ujarnya.
Nah Sobat Studentpreneur, demikian sepenggal kisah kehidupan Mochtar Riady yang kami kumpulkan dari berbagai sumber. Semoga bisa menginspirasi Anda untuk mengejar cita-cita Anda. Jadi, apa cita-cita Anda? Mari berdiskusi di kolom komentar! Anda juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau Twitter Studentpreneur. [Photo Credit: HKBU]
Artikel Bisnis Terpopuler Hari Ini:
Mahasiswi 20 Tahun Bangun Bisnis Fashion Dengan Omzet Bulanan 20 Juta Rupiah
Perusahaan Mantan Guru Bahasa Inggris Ini Dihargai 1800 Trilliun Rupiah
The Newbies 2 – Gadis 16 Tahun Bangun Bisnis Persewaan Kamera yang Sukses