Best People
Perusahaan Ini Bernilai 10 Trilliun Rupiah Karena Budayanya
Zappos dikenal sebagai sebuah perusahaan yang menjual sepatu dan barang-barang ritel lainnya. Akan tetapi bukan itulah yang membuatnya mendunia. Melainkan caranya menjual. Pada tahun 2009, Zappos diakuisisi Amazon dengan harga 1 miliar dolar. Akuisisi ala Amazon bukanlah transaksi di mana pendiri dan tim menjadi kaya, pensiun, dan Anda tidak pernah mendengar kabar darinya. Melainkan membiarkan Zappos beroperasi secara independen. Empat tahun pasca akuisisi, Zappos mencatatkan pendapatan lebih dari 1 miliar dolar per tahun atau 10 Trilliun Rupiah. Bagaimana bisa? Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah keberadaan the right man in the right place, orang yang tepat di posisi yang benar.
Tony Hsieh, CEO dan Advokat Budaya Perusahaan.
Kesuksesan Zappos terletak pada nahkoda mereka, yaitu sang CEO, Tony Hsieh (baca: tony shay) dan pola pikirnya yang visioner.
“Prioritas nomor satu kami adalah budaya perusahaan. Kami yakin sepenuhnya bahwa jika Anda bisa menemukan kultur yang pas, maka hal-hal lain seperti memberikan layanan yang memuaskan pada pelanggan dan membangun merek yang dapat bertahan jangka panjang sudah pasti akan terjadi dengan sendirinya,” katanya.
Ketika Hsieh lulus dari perguruan tinggi, ia mendapat pekerjaan di Oracle. Tapi setelah lima bulan, ia merasa tidak cocok dengan budaya perusahaan. Maka dia meninggalkan Oracle untuk memulai LinkExchange. Hsieh menikmati pekerjaannya di LinkExchange karena di sini, dia bisa mempekerjakan teman-temannya. Akan tetapi kemudian perusahaannya menghadapi satu masalah: Mereka membutuhkan lebih banyak orang, dan mereka sudah kehabisan teman untuk dipekerjakan. Mereka harus mendatangkan orang lain dari luar lingkaran mereka. Hsieh mengatakan, banyak orang-orang yang kompeten, akan tetapi hanya sedikit yang cocok dengan kultur perusahaan. Maka, ketika LinkExchange tumbuh hingga mencapai 100 karyawan, budaya itu hilang. Sulit bagi Hsieh untuk bangun dari tempat tidur di pagi hari dan pergi bekerja di perusahaannya sendiri. Ketika kemudian datanglah penawaran akuisisi oleh Microsoft di akhir tahun 1998, Hsieh pun langsung menerimanya. Dia pun mengucapkan selamat tinggal pada LinkExchange.
Selanjutnya, pada tahun 1999 Hsieh menginvestasikan uangnya ke dalam sebuah toko sepatu online, yakni Zappos. Dalam waktu satu tahun, ia memutuskan untuk bergabung dengan bekerja penuh waktu di Zappos sebagai CEO. Setelah satu dekade masa jabatannya, Hsieh menerbitkan buku pertamanya, Delivering Happiness. Di sini, Hsieh menulis visi jangka panjang yang dilihatnya pada Zappos.
“Zappos adalah perusahaan layanan pelanggan yang kebetulan menjual sepatu.”
Secara spesifik, ia mengatakan bahwa Zappos bukanlah tentang sepatu atau baju, melainkan layanan pelanggan.
Memang, jika Anda mendengar apa-apa tentang Zappos dari pelanggannya sendiri, kemungkinan besar hasilnya akan positif. Ada lusinan cerita tentang layanan pelanggan mereka yang luar biasa, misalnya mengirimkan bunga ke pelanggan yang ibunya baru saja meninggal, dan berbicara dengan pelanggan selama lebih dari 8 jam. Maka, tidak mengejutkan jika 75% dari pesanan Zappos berasal dari pelanggan tetap.
Hsieh membayangkan kelak Zappos mulai merambah pada industri lain, seperti bisnis penerbangan, yang standarnya memiliki layanan pelanggan yang kurang memadai. Layaknya Virgin Airline, namun di samping menjadi hip and cool. Zappos berkeinginan untuk menjadi perusahaan yang memberikan layanan terbaik. Bukanlah perusahaan yang menjual sepatu, melainkan perusahaan yang menjual layanan. Zappos adalah contoh budaya perusahaan yang diterapkan dengan sempurna sejak awal.
CEO yang Memilih Sendiri Karyawannya.
Pengalamannya di LinkExchange memberikan inspirasi bagi Hsieh untuk melindungi budaya kerja Zappos. Maka, pada hari-hari awal Zappos, Hsieh dan Fred Mossler mewawancarai setiap pelamar kerja sendiri. Dalam wawancara, kandidat harus lulus wawancara normal (yaitu keterampilan, pengalaman, dan kompetensi). Selain itu, sang kandidat harus mampu membuat Hsieh berpikir, “Apakah orang ini bisa saya ajak bergaul atau sekedar minum kopi?” Jika jawabannya tidak, maka dia tidak akan mempekerjakannya.
Dalam sebuah pidatonya di Stanford, Hsieh menjelaskan pentingnya budaya perusahaan, “Saat ide-ide besar keluar, saat itulah kreativitas bersinar dan saat itulah persahabatan terbentuk, bukan sekedar membentuk relasi antara rekan kerja. Ketika orang-orang yang tepat berada di satu lingkungan, saat itulah passion benar-benar keluar dan hal inilah yang mendorong pertumbuhan kami selama bertahun-tahun.”
Bagi Hsieh, penting sekali agar CEO berpartisipasi memilih masing-masing kandidat yang datang, terutama bagi beberapa karyawan pertama. Ketika CEO menemukan orang-orang yang kompeten dan cocok dengan kultur, maka orang-orang inilah yang akan menggantikan sang CEO ketika kelak memilih orang-orang berikutnya. Buktinya, metode Zappos tentang perekrutan tidak banyak mengalami perubahan sejak Hsieh dan Mossler secara pribadi mewawancarai kandidat mereka. Bedanya, kini Zappos menawarkan pada kandidiat untuk menjemput mereka di bandara, mengantar mereka tur, dan memandu mereka sampai ke hotel. Hsieh akan menanyai pada sopir mengenai perilaku pelamar selama masa penjemputan. Ketika attitude mereka tidak bagus, maka mereka tidak akan dipekerjakan.
Pentingnya Kultur bagi Perusahaan Anda.
Jika bicara soal kultur perusahaan, maka buku panduan Hsieh adalah “Good to Great Company Leap Other”. Salah satu poin dalam buku ini menyebut bahwa budaya perusahaan yang kuat adalah salah satu faktor yang memisahkan antara perusahaan yang baik, buruk, atau biasa-biasa saja.
Hsieh mengatakan, “Kami tidak ingin memberitahu orang-orang di luar sana bahwa mereka harus mengadopsi nilai-nilai Zappos, karena itu mungkin tidak akan bekerja dalam kebanyakan kasus. Pesan kami lebih kepada Anda harus mencari tahu apa nilai-nilai Anda dan kemudian menyelaraskan seluruh organisasi di sekitarnya.”
Sebagaimana yang dikatakan Hsieh, Anda tidak perlu meniru core values Zappos untuk perusahaan Anda. Setiap perusahaan memiliki nilai-nilai yang selaras dengan tempo kerja karyawan mereka. Misalnya core values Coca Cola, five values Facebook, philosophy values Google, dan core values World Wildlife Fund. Nilai perusahaan akan sangat membantu ketika anda sedang merekrut karyawan.
Memecat Mereka yang Tidak Cocok dengan Budaya Perusahaan, Tidak Peduli Seberapa Berbakatnya Mereka.
Hsieh mengatakan, “Kami banyak melewatkan kandidat yang pintar dan berbakat yang kita tahu dapat membuat dampak langsung pada perusahaan, akan tetapi jika mereka tidak cocok dengan budaya kerja kami maka kami tidak akan mempekerjakan mereka.”
“Sebaliknya pula, ketika seseorang melakukan hal besar pada pekerjaan mereka, atau mereka adalah seorang superstar pada pekerjaan mereka, jika mereka buruk bagi budaya kami, maka kami akan memecat mereka karena alasan itu saja. Dan 50% kinerja karyawan dinilai dari apakah mereka mampu menginspirasi budaya Zappos pada orang lain.”
Nah Sobat Studentpreneur, itulah pentingnya budaya perusahaan bagi Zappos. Bagaimana dengan bisnis Anda? Jangan lupa ikuti facebook dan Twitter kami ya!
Baca Juga:
Ini Cara Menghemat Pengeluaran Bulanan Anda
Jalan Aqua Menjadi Perusahaan Air Minum Terbesar di Indonesia
Dari Glodok Menjadi Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia