Best People Studentpreneur Indonesia
Pria Ini Sukses Berbisnis Makanan Halal Jepang, Beromzet Ratusan Juta Rupiah
Sebelumnya, Teguh Wahyudi pernah dibahas Studentpreneur dengan bisnis tempenya. Namun, Tak hanya berbisnis tempe, dia juga sukses mengembangkan bisnis di sektor yang lainnya.
Berawal dari sebuah tugas kampus atau yang biasa dikenal dengan program PKL (Praktek Kerja Lapangan), Teguh Wahyudi kini berhasil menjadi seorang pengusaha sukses di Jepang. Perusahaan yang dikelolanya memiliki banyak anak perusahaan dalam berbagai bidang jenis usaha.
Kapan awal mula Mas Teguh mulai mengenal dunia bisnis?
Saya mengenal dunia bisnis sejak masih duduk di bangku kuliah. Saat kuliah, saya sengaja mengambil jurusan S1 Fakultas Pertanian Sosial Ekonomi Unibraw-Malang tahun 1998. Pasalnya, saya ingin mengembangkan bisnis pertanian lantaran Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Saya mengenal bisnis secara tidak langsung saat mengikuti program kuliah praktek kerja lapangan PKL. Ketika mengikuti program PKL saya ditawari oleh salah seorang petani untuk membeli apel hasil kebunnya. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, saya pun menerima tawaran petani tersebut untuk menjual apel hasil kebunnya.
Lantas, berapa untung yang Anda dapat dari penjualan apel tersebut?
Saya tak ingat berapa untung yang saya dapat. Tetapi, saya ingat betul bagaimana proses penjualan apel tersebut yang mengalami banyak sekali hambatan. Ketika itu, saya ingin menjual apel dengan harga Rp 7750 per kilogram. Tetapi, saat saya menawarkan ke pedagang di pasar tradisional hingga pasa buah modern semuanya menawar dengan harga Rp 5000 per kilogram. Setelah beberapa kali menawarkan ke pedagang buah, akhirnya ada salah satu pemilik toko yang mau menawar dengan harga Rp 7250 per kilogram. Saat itu juga saya memutuskan untuk mencapai kesepakatan dengan pemilik toko tersebut. Dan mulai saat itu, secara resmi lahirlah fresh green yang merupakan cikal bakal bisnis saya yang pertama.
Bagaimana Anda menjalankan bisnis fresh green selanjutnya?
Keberhasilan saya menjual apel membuat saya ingin terjun di dunia bisnis seketika itu juga. Saat itu Fresh Green hanya berjualan buah Apel dari petani Batu Bumiaji lalu dijual ke toko buah di Kota Malang. Kemudian, saya menjalin kerjasama dengan petani strawberi di Kota Batu Juga. Buah Strawberi dikemas dengan kemasan 200gr, ternyata respon konsumen begitu bagus karena 99% terjual semua. Sejak saat itu, Fresh Green menyuplai seluruh toko buah di Kota Malang. Karena Strawbery dan Apel sudah habis dan tidak bisa panen lagi, akhirnya untuk bisa tetap mempertahankan Fresh Green saya pun mengembangkannya menjadi kegiatan pengemasan makankan. Saat itu ada 13 item yang saya daftarkan di Depkes Malang, dan mempunyai pasar atau outlet sekitar 60 tempat yang disuplay oleh fresh green.
Dengan kesuksesan Anda dalam berbisnis saat itu, bagaimana membagi waktu antara dunia bisnis dan perkuliahan?
Ya, betul sekali, memang tidak mudah untuk bisa tetap bertahan kuliah sambil menjalankan bisnis. Tapi, itulah tantangan yang harus dihadapi. Ketika masih menjadi mahasiswa S1 di Malang, saya mengikuti banyak sekali kegiatan. Bukan hanya kegiatan yang bersifat bisnis saja, tetapi juga aktif di organisasi kemahasiswaan yang lainnya dan itu semua memberikan pengalaman yang menyenangkan.
Pada tahun 2003, saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan kunjungan 3 bulan di Jepang. Dan saat itu saya tinggal di Nagoya-Anjo-City. Di Nagoya, masyarakat muslim disana sangat luar biasa, khususnya warga negara Indonesia yang tinggal disana. Setelah beberapa hari di Nagoya, saya menyadari bahwa banyak dari komunitas muslim yang sangat kesulitan untuk mendapatkan makanan halal. Walaupun terdapat peluang bisnis tapi saat itu saya masih kesulitan untuk bisa berbuat sesuatu karena insting bisnis saya masih belum terasah, hahaha…
Lalu, apa yang dapat dipelajari selama 3 bulan kunjungan ke Jepang?
Selama 3 bulan berkunjung ke Jepang, saya memanfaatkan setiap waktu yang ada sebaik mungkin untuk bersosialisasi dengan masyarakat yang tinggal di Nagoya dan sekitarnya. Karena saya sudah terbiasa berorganisasi, maka tidak begitu susah bagi saya untuk membaur dengan kegiatan yang ada disekitar tempat tinggal. Dalam 3 bulan kunjungan, alhamdulillah saya mendapat banyak kawan, relasi dan ikut organisasi di kota tersebut. Dan saat ada waktu waktu luang, saya membaca buku tentang cara membuat tempe, yang saya beli di Malang. Sesekali saya praktek membuat tempe dan masih sering gagal karena memang tidak tahu dan belum pernah membuat tempe. Setelah melakukan percobaan berkali-kali, akhirnya saya berhasil membuat tempe dengan kualitas yang baik mulai dari ukuran 2kg, 3kg sampai 5kg. Kemudian saya menawarkannya ke teman-teman dan sebuah toko halal di dekat saya tinggal. Setelah 3 bulan di Jepang, saya kembali ke Indonesia dengan membawa uang sekitar Rp 18 jutaan. Setelah di Malang, saya tetap menjalankan kegiatan untuk mengelola Fresh Green meskipun saya sudah punya staff dan manajer untuk Fresh Green.
Wow, berarti Anda sudah sukses berjualan tempe di Jepang saat itu?
Alhamdulillah, semua itu berkat dukungan dari banyak pihak. Terutama dari teman-teman komunitas yang tinggal di Nagoya, Jepang. Tak sedikit yang memberi mentor kepada saya terkait tips berbisnis kuliner di Jepang. Kebetulan juga, produk tempe yang saya keluarkan juga mendapat respon baik dari warga setempat. Pasalnya, bagi mereka tempe adalah makanan khas Indonesia yang unik. Oleh karena itu, warga Jepang sendiri pun tertarik untuk membuat makanan dari olahan berbahan tempe. Hal itulah yang membuat produk tempe saya dapat diterima dengan baik.
Berarti Anda juga sudah berhasil mengenalkan tempe kepada warga Jepang?
Secara tidak langsung, saya memang mempromosikan tempe kepada semua orang. Akhirnya, semua orang pun mengenal bahwa tempe makanan khas Indonesia yang memiliki cita rasa cukuo unik. Dan, bagi warga muslim yang tinggal di Jepang mereka akhirnya memiliki pilihan makanan yang halal dan enak. Selain itu, tempe juga menjadi obat kangen makanan Indonesia bagi mereka yang tinggal di Jepang, khususnya di Nagoya dan sekitarnya. Tapi, kini saya sudah memasarkan tempe hampir diseluruh negara Jepang.
Kini, Anda sukses menjalankan bisnis bidang apa saja di Jepang?
Dibawah bendera PT Sariraya, saya menjalankan banyak bidang bisnis. Diantaranya adalah Tempe factorys, Meat ball factorys, Instan meat ball factorys, Sariraya sambal pecel factorys, dan juga Instan Rendang. Bahkan, saya juga berhasil menciptakan peluang bisnis di bidang restoran halal, toko halal dan juga online shop. Selain itu saya juga menjadi distributor untuk produk-produk halal di Jepang serta bisnis ekspor dan impor.
Apakah ada tips dari Mas Teguh terkait menjalankan bisnis?
Untuk dapat menjadi seorang pengusaha tentu membutuhkan sebuah insting untuk dapat membaca peluang usaha. Hal ini dapat dicontoh dari bagaimana saya mengawali berjualan buah apel ataupun saat akan berbisnis tempe. Kemudian, seorang pengusaha juga harus memiliki perhitungan yang cukup cermat serta harus selalu bekerja keras. Contohnya, terlihat ketika saya harus menawarkan buah apel kepada banyak pedagang buah. Saya tidak berhenti untuk menawarkan buah apel dengan mencari harga penawaran yang paling tinggi. Jadi, seorang pengusaha tidak boleh putus asa ketika mengalami satu atau dua kali penolakan saja. Banyak kisah pengusaha sukses yang mengawali perjalanan bisnisnya dengan ditolak berbagai macam investor. Bahkan, tidak sedikit yang mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah tetapi akhirnya dapat survive dan bertahan sehingga menjadi pengusaha sukses.
Nah Sobat Studentpreneur, sekarang kamu sudah tahu pengusaha asal Indonesia yang sukses berbisnis di Jepang. Mari berdiskusi di kolom komentar! Anda juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau Twitter Studentpreneur.
Artikel Bisnis Terpopuler Hari Ini:
Studentpreneur Founder Story: Dari Cinta Jadi Bisnis Besar
Penerus Generasi Ketiga Justru Tinggalkan Teh Sosro Demi Passionnya
Sejak Usia 15 Tahun, Siswi SMA Ini Raup Jutaan Dari Bisnisnya