Berita Bisnis teknologi
Sosial Media Ini Dulu Diramalkan Akan Merevolusi Sistem Akademik Indonesia
Dulu UI Sempat Ingin Menantang Hegemoni Sosial Media Dengan Menciptakan Hoodemia. Bagaimana Kabarnya Sekarang?
Jika selama ini stereotip masyarakat Indonesia selalu identik sebagai konsumen dunia digital yang ada di taraf laggards, atau susah menyerap inovasi, maka Pusat Ilmu Komputer (Pusilkom) Universitas Indonesia menantang status itu. Mereka membuat Hoodemia sebagai sebuah sosial media dengan konsep yang berafiliasi dengan institusi pendidikan. Jika hal ini terasa dejavu, maka Anda sedang mengingat skenario serupa yang dialami oleh Facebook, yang awalnya dimulai di Harvard sebagai Facemash. Bedanya, Facemash berhasil menjelma ke dalam sebuah perusahaan multimiliaran. Bagaimana dengan Hoodemia.
Sejarah Hoodemia.
Hoodemia awalnya dirancang sebagai sistem bersosialisasi virtual antar member, termasuk dengan sistem akademik di universitas. Mahasiswa dapat memantau nilai akademik mereka, melihat jadwal kuliah dan berbagai kegiatan sivitas akademis lainnya. Hal ini bisa dilakukan apabila universitas setuju untuk menghubungkan app ini ke dalam basis data mereka melalui API. Bayangkan betapa serunya apabila semua sistem akademis terhubung menjadi satu. Kampus satu dan kampus lain bisa saling berkolaborasi dengan mudah. Meskipun mungkin masalah keamanan data jadi persoalan yang menghambatnya, akan tetapi kita perlu apresiasi upaya mereka untuk merevolusi sistem komunikasi antar institusi pendidikan di Indonesia.
Ketika pertama kali muncul di tahun 2011, publik menyambut dengan antusias. Anda dapat dengan mudah menemukan arsip berupa pemberitaan dan ulasan pengguna tentang app ini. Namun cuma berhenti di situ saja. Popularitasnya meredup di tahun-tahun berikutnya. Konsep yang mereka usung di tahun 2011 itu pun kemudian diperbaharui. Sekitar Februari 2013, tim Hoodemia memecah apps ini ke dalam 2 bagian, Hoodemia for Subscriber dan Hoodemia for Publisher. Mereka sekaligus melebarkan jangkauan apps ini sehingga tidak cuma bisa dipakai oleh institusi pendidikan saja, namun juga audiens yang lebih luas. Mereka mengenalkan diri sebagai interest based social media, dimana pengguna dapat bertindak sebagai penerbit konten (Hoodemia for Publisher) atau penikmat konten (Hoodemia for Subscriber).
Kemana perginya Hoodemia?
Satu hal yang perlu kita tanyakan pasca kemunculan konsep baru ini adalah: Kemana perginya Hoodemia sekarang? Sebab, tidak ada banyak informasi yang bisa kita dapatkan pasca kemunculan konsep baru mereka. Apakah Hoodemia sudah menyerah menghadapi susahnya difusi inovasi diserap di Indonesia? Biar bagaimanapun, kita layak untuk mengapresiasi upaya anak-anak muda Indonesia yang pernah mencoba untuk menantang status quo itu. Indonesia perlu lebih banyak inovator!
Nah Sobat Studentpreneur, apakah Anda siap jadi inovator? Mari berdiskusi di kolom komentar! Anda juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau Twitter Studentpreneur. [Photo Credit: Sani]
Artikel Bisnis Terpopuler Hari Ini:
Kisah Inspiratif Pendiri Air Minum Aqua yang Dulu Diremehkan dan Dihina Banyak Orang
Penasaran Kan Seperti Apa Jokowi Versi Jepang
Pemuda Salatiga Berhasil Bangun Bisnis Ratusan Juta Rupiah